“Mary jangan nangis..” Mary mengelap pipinya yang basah.
“Kaki aku sakit vin..” Vino tersenyum dan membersihkan darah dilutut mary dengan sapu tangannya.
“Kalau mary nangis, mary kan jadi jelek. Mary kan pengantinnya vino. Jangan nangis lagi ya?”
KRIINGG!!
“Uwaaaa Jam 6?!” BRUKK!! Mary jatuh dari kasurnya.
“Lagi lagi mimpi itu..” Gumamnya dalam hati.
***
“Mary..!” Panggil Fery teman sekelasnya.
“Oh.. eh.. haii.. ada apa fer?” Mary berjalan cepat menuju kelasnya.
“Ini.. kemaren buku lo jatoh. Lo udah keburu pergi, yaudah gue bawa pulang. By the way lo suka gambar? Ditengah buku lo ada tulisan Vino. Siapa tuh?” Muka Mary memerah. Dia ingat mimpinya semalam.
“Ah.. bukan siapa siapa..!”
Bel bunyi. Pak Noto masuk kelas tergesa gesa. Mary duduk paling belakang. Dengan imajinasinya dia mulai menggambar dan melamun.
10 Tahun yang lalu:
“Mary.. Mary penakutt! Gak bisa naik sepeda.. Hahaha..” Ejek teman temannya. “huuh.. siapa bilang! Aku bisa!” jerit mary.
“Mana buktinya kalo kamu bisa? Kasih tahu kita kalo kamu bisa!” ejek teman temannya penuh tantangan. Mary meninggalkan teman temannya dan menemui sahabatnya, vino.
“Ehemm.. Vino.. jangan ketawa ya? Hmm ajarin mary naik sepeda dong?” Vino menatap Mary dengan heran.
“Ha?? Mary bener mau belajar sepeda? Nanti lutut kamu bisa berdarah loh?” Mary senyum.
“Ah.. Gak apa apa vino. Ayo donngg..?” Mary naik ke atas sepeda, Vino mulai memperhatikan mary yang mulai mengayuh sepeda. Mary mulai lancar mengayuh sepedanya.
“Ayoo Mary, kamu pasti bisa!” mary mulai oleng.. dan lancar kembali.
“Vino.. aku bisa..” Vino tersenyum.
“Mary.. awas liat depan. Ada batu besar!”. Sepeda pun oleng. Mary jatuh..
“Huhuhu.. sakit!” Mary mengusap lututnya yang berdarah.
“Mary.. udah dong jangan nangis..” Mary mengelap pipinya yang basah.
“Kaki aku sakit vin..” Vino tersenyum dan membersihkan darah dilutut mary dengan sapu tangannya.
“Kalau Mary nangis, mary kan jadi jelek. Mary kan pengantinnya vino. Jangan nangis lagi ya?”
Muka Mary memerah.. Tapi itu hanya tinggal janji. Vino pergi ke Madagaskar, tinggal bersama neneknya setelah orang tuanya cerai.
“Mary.. Aku janji, aku kesini lagi buat ketemu kamu. Pada saat kamu umur 17 tahun. Kamu harus percaya, aku akan kembali dan menikah sama kamu..” Vino memakaikan kalung ke leher mary.
“Ini mary, kalung ini jadi saksi aku pernah ngomong ini ke kamu.” Mary menatap vino sedih. Mary menangis ketika pesawat itu membawa Vino.. Mary berjanji, Mary akan selalu memakai kalung Vino..
“MARY!” Pak Noto menggebrak meja Mary.
“Eh iya pak..” Mary kaget dan segera menutup bukunya.
“Temui saya diruang guru nanti istirahat..!” Mary mengangguk..
***
“Mary lo gak apa apa kan?” Tanya Fery penuh cemas.
“Gak apa apa ko..” Mary mulai menangis. Mary memeluk temannya.
“Tuh kan pasti ada apa apa. Kenapa sih mar? cerita ke gue.. siapa tau gue bisa Bantu lo.” Mary menatap Fery. Dan Mary mulai cerita tentang Vino, masa lalunya itu..
“Mary.. Sabar ya? Ehem.. gue mau nanya, umur lo sekarang 17 kan? Harusnya dia udah ada di sini dong.. tapi.. maaf mar, bukan gu..” Mary menangis lagi.
“Gue tau Fer! Gue tau, apa mungkin dia udah lupain gue? Apa mungkin dia balik lagi?” Fery memegang tangan Mary.
“Sstt.. gini Mar.. kalo lo yakin dia balik, pasti dia balik buat lo. Mungkin dia punya masalah disana. Percaya kata hati lo.. Menurut gue dia pasti balik, percaya deh..” Raut muka Fery jadi kesal.
“Hmm.. Thanks ya Fer! Lo teman gue yang palinggg baik.” Mary memeluk Fery. “Cuma teman?” desah Fery lirih.
“Hah? Apa?” Mary melepas pelukannya.
“Ahh nggak kok. Sama-sama Mary..”
Fery menggigit jarinya. Hampir aja Mary tau perasaannya yang terpendam selama ini..
***
Mary pulang ke rumahnya. Lagi-lagi sepi, mama dan papanya selalu sibuk bekerja. Bik Yem menghampirinya.
“Non, kata nyonya nanti malam makan saja sendiri. Ada rapat. Papa non juga pesan yang sama.” Kata Bik Yem. Mary cemberut kesal, memang Bik Yem satu-satunya temannya dirumah. Mama dan papanya selalu sibuk bekerja. Mary mengangguk pelan dan masuk ke dalam kamarnya.
Mary merebahkan tubuhnya yang capek. Ia memandang foto Vino kecil dan tersenyum. Vino begitu polos, dia teman Mary satu-satunya. Mary sangat pemalu, tak ada yang mau berteman dengannya. Tapi, Vino sangat baik. Dia mau berteman dengan siapa saja. Mary sangat kesepian. Mary ingin seperti dulu, bermain bersama Vino.
“Vino, coba kamu gak pergi. Lagi ngapain ya sekarang?”
Mary mengingat kata-kata Fery, Vino pasti datang. Walaupun terlambat Mary percaya itu. Mary tertidur dan bermimpi bersama Vino kecilnya.
Telpon rumah Mary berbunyi. Bik Yem segera mengangkatnya. Bik Yem terkejut, ternyata telpon dari Vino. Orang yang selalu di bicarakan putri majikannya itu. Bik Yem kasihan jika membangunkan Mary. Bik Yem hanya berpesan agar menelpon kembali nanti sore.
***
Mary terbangun dari tidurnya dan segera menuju kamar mandi. Selesai mandi ia langsung menuju ruang makan. Dengan wajah ceria Bik Yem menyampaikan apa yang dialaminya.
“Non, tadi ada telpon dari Vino.” Kata Bik Yem tersenyum. Mary sangat terkejut. Garpu yang dipegangnya terlepas dari tangannya.
“Bibik serius? Terus kapan dia mau telpon lagi?” Mary tersenyum gembira.
“Katanya sih nanti sore. Non mau makan sekarang?” Kata Bik Yem sambil mengambil nasi. Mary hanya menggelengkan kepalanya. Ia langsung duduk di samping telpon dan tersenyum. Menunggu jika Vino menelponnya kembali.
Tapi, sudah beberapa jam tak ada telpon dari Vino. Mary sangat sedih. Telpon pun akhirnya berbunyi. Dengan cepat Mary mengangkatnya.
“Hallo..” Sapanya dengan riang.
“Hallo, sayang.ini mama, ceria banget hari ini. Ada apa nih?”
“Oh.. mama, aku kira Vino.” Kata Mary lesu.
“Vino? Vino yang di madagaskar itu? Bagaimana kabarnya? Mama hanya ingin beri tahu kamu. Hari ini mama rapat dan lembur. Maaf ya sayang mama gak bisa temenin kamu makan malam.” Kata mamanya di seberang sana.
“Oh.. aku tahu ma, hmm.. bagaimana kalau mama menutup telponnya? Karena aku masih menunggu telpon dari Vino. Maaf ya ma?” Kata Mary memohon.
“Baiklah, mama akan tutup telponnya. Salam untuk Vino ya? Daahh sayang.”
“Ya aku akan sampaikan salam mama. Daahh..”
KLIK! Mary menutup telpon dari mamanya. Ia masih berharap telpon dari Vino yang berjanji mau menelponnya.
Berjam-jam berlalu, Mary sudah sangat lelah. Perutnya juga sudah lapar. Mary menuju meja makan dengan lesu. Ia sudah kecewa dengan semua janji Vino. Mary sebal dengan Vino. Mary sudah tak mau mengenalnya. Telpon pun berbunyi. Selera makan Mary sudah berkurang mendengar suara telpon itu. Ia berharap Vino yang menelponnya. Ia menemukan Bik Yem berlari kecil menuju meja makan, Mary tersenyum. Bik Yem menyerahkan telpon dengan tersenyum.
“Dari Vino.” Katanya lirih. Dengan cepat ia mengambil telpon itu.
“Hallo..” Sapa Mary riang. Lupa akan kecewanya dengan Vino.
“Hallo, Mary? Apa kabarmu?” Kata Vino riang.
“Baik. Bagaimana kabar kamu disana? Kapan kamu ke Indonesia? Aku sangat berharap kau datang waktu aku 17 tahun. Tapi kau tak datang.” Mary mulai kesal.
“Maaf, nomor telponmu hilang. Aku baru menemukannya. Aku mencarinya setengah mati Mary.. Aku akan ke Indonesia secepatnya. Tunggu saja kabarku Mary.” Kata Vino menyesal. Mereka pun mengobrol-ngobrol kembali, tentang keadaan mereka sekarang.
***
Besok Vino akan datang. Mary pulang sekolah dengan gembira, ia mengganti masuk ke kamar kosong sebelah kamarnya. Tanpa lelah, ia mengganti seprai dan gorden berwarna biru muda kesukaan Vino. Bik Yem yang melihat putri majikannya itu bingung.
“Non, biar saya saja. Nona pasti capek.” Kata Bik Yem khawatir.
“Ah bibik istirahat saja. Aku gak apa-apa. Besok adalah hari istimewa untuk aku.” Kata Mary tersenyum bahagia. Bibik tersenyum dan mengangguk mengerti.
“Baiklah, kalau butuh bantuan bibik ada di dapur ya non.” Bik Yem pun meninggalkan kamar kosong yang akan di tempati Vino itu.
Mary melanjutkan menyapu lantainya, mengepel lantai, dan mengelap kaca. Meskipun sudah bersih, Mary ingin Vino menempati kamar yang sudah di rapikan dengan tangannya sendiri. Mary menatap kalung pemberian Vino, besok adalah hari terindah untuknya. Mary duduk di kasur, ia mengantuk dan tertidur.
***
Alarm sudah berbunyi dari tadi. Mary masih tertidur pulas. Bik Yem mengetuk pintu kamar Mary.
“Non, jam 7. bangun non.” Teriak Bik Yem. Mary bangun dari tidurnya dan terkejut. Ia sangat kecewa, padahal ia berencana ingin membuat makanan kesukaan Vino. Ia langsung menuju kamar mandi. Pesawat Vino akan sampai jam 8. Ia sangat terburu-buru dan tak sarapan pagi. Ia langsung menuju bandara.
Akhirnya ia sampai bandara, langsung masuk dan duduk di sebelah cowok ganteng memakai sweater abu-abu. Cowok itu terlihat amat gelisah. Mary melihat pesawat yang ditumpangi Vino sudah sampai dari tadi. Ia melihat jam tangannya. Jam 8 lewat 15. Mary sangat menyesal akan keterlambatannya itu. Pasti Vino sudah menunggunya. Ia bangun dari kursi dan mencari Vino.
Mary sudah keliling bandara, tapi tak menemukan Vino. Ia sudah putus asa. Mary duduk di tempat awal ia duduk. Mary menyesali kebodohannya karena belum sempat meminta nomor handphone Vino di telpon 2 hari yang lalu. Mary masih melihat cowok di sampingnya itu. Sibuk dengan handphonenya. Sepertinya tadi ia baru saja menelpon seseorang.
Handphone Mary berbunyi. Dari nomor baru. Mary beranjak dari tempat duduknya dan mengangkat telpon.
“Hallo..” sapa Mary.
“Hallo, Mary. Ini aku, Vino. Kamu dimana? Aku dari tadi tunggu kamu di kursi. Kamu gak ada. Aku pakai sweater abu-abu.” Katanya di telpon. Mary melihat sekelilingnya. Dan pandangannya tertuju pada seorang cowok yang satu-satunya memakai sweater abu-abu. Cowok itu yang dari tadi ia perhatikan, cowok itu duduk di sampingnya. Mary mendekati cowok itu.
“Vino? Kamu Vino?” tanyanya. Dan cowok itu mengangguk takjub. Mary tersenyum melihat Vino.
“Ayo kita ke rumahku.” Vino beranjak dari tempat duduk dan mengekor di belakang Mary. Mereka masuk ke dalam taksi.
Mary dan Vino saling bertatapan. Keduanya jadi canggung dan malu. Mary tersenyum geli. Vino menatapnya.
“Ada apa tertawa? Menertawakan aku?” kata Vino. Mary menggelengkan kepalanya.
“Bukan kamu, tapi kita. Bagaimana mungkin kita tak saling kenal tadi?” Vino mengangguk mengerti. Mereka pun tertawa.
Tiba-tiba Vino memegang kepalanya. Sepertinya sangat sakit. Mary khawatir melihatnya. Vino hanya tersenyum.
“Aku tak apa-apa. Wah.. Indonesia banyak perubahan ya?” Kata Vino mengalihkan pembicaraan.
“Vin. Kamu bener gak apa-apa?”
“Tenang Mary.. Aku tak apa-apa. Hanya pusing sedikit.” Wajah Vino terlihat pucat. Badannya kurus. Mary yakin ada yang di sembunyikan Vino.
***
Vino masuk ke dalam kamar dengan diantar Mary. Vino seperti terburu-buru.
“Mary, aku harus keluar. Ada urusan.” Kata Vino dan langsung pergi. Vino memberhentikan taksi.
“Ke rumah sakit pak. Sekarang!” Taksi pun melaju kencang. Sesampai di rumah sakit, Vino di dorong dengan kursi roda dengan mengaduh kesakitan pada kepalanya. Vino langsung diperiksa. Dokter yang memeriksanya menggelengkan kepalanya.
“Anda terkena penyakit kanker otak stadium akhir. Tak ada harapan lagi. Anda tahu itu?” Kata dokter itu. Dan Vino mengangguk.
“Untuk sementara, anda harus tinggal sebentar di rumah sakit. Sakit kepala anda akan bertambah parah jika anda pulang.” Vino ingin menangis kecewa. Ia hanya ingin bersama Mary. Tapi ia harus berada di rumah sakit.
Sementara itu, Mary menunggu Vino dengan gelisah. Tak ada selera makan malam. Mamanya menatap sedih.
“Tenang sayang, Vino pasti baik-baik saja. Mungkin ia ke rumah teman lamanya. Sabar ya.” Kata mamanya dan mengelus lembut rambut putrinya.
Vino ingin pulang dan bersama Mary…
***
3 hari berlalu. Vino datang pada saat Mary ingin berangkat sekolah. Dokter menyarankan agar ia banyak istirahat. Mary menatap sebal dengan Vino.
“Pagi. Mau berangkat ya?” Sapa Vino. Mary mengangguk dengan cemberut.
“Kok cemberut sih? Ok. Aku salah, hmmm begini saja. Aku akan menemanimu di sekolah hari ini. Bagaimana?” Kata Vino. Mary menatap Vino riang.
“Bener mau tunggu aku?” tanya Mary. Vino mengangguk tersenyum. Vino langsung masuk ke dalam mobil bersama Mary. Setelah beberapa menit, mereka sampai.
“Vin. Kamu mau keliling sekolah aku?” Tanya Mary. Vino menggelengkan kepala.
“Gak ah. Kamu masuk saja. Sebentar lagi bel.” Mary menatap sedih Vino.
“Maaf ya Vin, aku harus tinggal sekarang. Kalau kamu mau pulang, pulang duluan aja. Aku gak apa-apa.” Kata Mary.
“Aku gak mau pulang, Maryy.. aku mau tunggu kamu. Ini sebagai penebus dosaku karena meninggalkan tunangan aku begitu saja.” Kata Vino tersenyum. Mary menunduk malu. Mary masuk ke dalam kelasnya dengan riang. Fery menatapnya.
“Mar, itu di mobil siapa?” Tanya Fery.
“Vino…” Kata Mary singkat. Fery melihat Vino dari kejauhan. Tangannya mengepal tinju.
“Oh ini Vino. Besar juga nyali dia. Udah gak tepat janji, bikin Mary menderita. Ehh.. sekarang dia bisa buat Mary lupa sama gue. Awas kalau ketemu!” Kata Fery dalam hati.
Sudah 3 jam Vino di dalam mobil, ia merasa bosan. Ia mencari kantin. Ia tak menyangka, ternyata sekolah ini sangat luas sekali. Ia sampai di taman belakang sekolah. Fery yang melihat Vino berjalan sendiri menuju taman belakang langsung berlari ke taman belakang.
Vino terasa kepalanya kembali pusing. Pusing yang membuat matanya gelap. BRUUKK!! Vino terjatuh. Dan seseorang menggotongnya.
***
Mary menangis di depan ruang ICU. Ia menyesal menuruti kemauan Vino. Mary sudah tahu Vino terkena penyakit mematikan itu. Fery datang dengan dokter yang menangani Vino.
“Maaf Anda siapanya pasien? Keluarganya?” Tanya dokter.
“Oh.. bukan, saya tunangan pasien.” Kata Mary sambil menghapus air matanya. Dokter pun meninggalkan Mary dan Fery. Tiba-tiba matanya menuju Fery.
“Ngapain lo?” Katanya sinis.
“Guee.. guee..”
“Kata beberapa temen sekelas gue. Mereka liat lo buru-buru ke taman belakang. Lo apain Vino? Haaaahh?!” Kata Mary membentak.
“Loh, jadi Lo nuduh gue?” Tanya Fery serak.
“Please Fer, jangan sakitin gue dengan cara lo. Gue sayang Vino, gue cinta dia. Jangan sentuh dia lagi!” Mary menangis dan masuk ke ruang ICU. Ia di batasi dengan kaca. Mary melihat sedih Vino, tunangannya itu. Mary tak dapat menahan tangisnya.
Fery menatap Mary tak percaya. Memang awalnya Fery ingin meninju Vino. Tapi ia yang menggotong Vino. Ia yang memanggil taksi dan membawanya ke rumah sakit. Fery menatap hampa pada dirinya. Mary tak mungkin lagi mempercayainya.
***
Vino belum juga sadar dari komanya. Mary setia menunggunya setiap hari. Ia selalu melihat jari Vino. Dan melihat nafasnya. Mary sangat takut kehilangan Vino. Tiba-tiba, jari tangan Vino bergerak perlahan. Keadaannya sudah sangat lemah. Ia membuka matanya, melihat Mary yang menangis untuknya. Ia tersenyum. Mary menatap kesal.
“Kenapa kamu gak bilang, kamu punya penyakit mematikan seperti ini?” Tanya Mary sedih. Dengan lemah, Vino mencoba berbicara.
“Iitu karena aku takut buat kamu sedihh.. aku sayang kamu. Aku bahagia bertunangan denganmu.” Mary menatap kecewa.
“Tapi, tapi kenapa kamu gak jujur? Kenapa kamu malah datang ke Indonesia? Aku bisa ke Madagaskar kalau kamu mau. Aku gak mengerti kamu Vin!” Mary menangis sedih.
“Itu karena aku mau meninggal di tempat aku lahir, tempat kenangan bersama mu, meninggal dengan melihat wajahmu yang dewasa penuh senyuman. Maafkan aku sudah buat kamu kecewa. Aku amat sayang kamu…….” Nafas Vino mulai sesak.
“Vin, udahh cukupp! Aku gak mau dengar kamu bicara lagi. Nafasmu sudah sesakk!” Mary histeris melihat Vino.
“Bbiarr Mmary, senyumlahh.. aku ingin melihat kammu senyum. Oh ya.. satu lagi, Fery sepertinya menncintai kammmu.. dia orang baik.. Mary, senyyuuuumlah…… untukk ku yang terakhirr.” Vino sudah semakin sesak. Mary mencoba tersenyum untuknya. Vino sudah tak bernafas. Mary menjerit memanggil dokter.
***
Sudah satu tahun berlalu. Mary mengunjungi pemakaman Vino. Ia tersenyum pada makam Vino.
“Vin.. terima kasih. Fery memang baik. Walaupun dia tak sepertimu. Aku tetap mencintaimu sampai kapanpun!” Kata Mary lirih. Fery menghampirinya.
“Mar, Udah telat kuliah. Ayo kita pergi.” Mary mengangguk. Menatap tunangannya itu. Mary dan Fery masuk ke dalam mobil. Mary menatap dari jauh makam Vino dan mencoba merelakannya.
*Selesai*
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar