Rika membanting tubuhnya ke kasur. Melempar tasnya dan menangis. Dia bingung, sedih, dan kecewa. Dia mengingat kejadian tadi siang yang membuatnya sedih..
“Rik.. gue udah jadian sama Aro. Hehe.. gue seneng banget Rik.. makasih ya, ini berkat lo.” Kata Vera.
“Oh.. he eh selamat ya.. Lo emang beruntung dapet Aro.” Kata Rika senyum kecut.
“Makasih Rik..”
Rika memang jadi ‘mak comblang’ buat Vera, teman SMP nya itu. Aro teman SMA nya yang paling baik untuknya. Dia tak pernah buat Rika kecewa. Tapi kali ini Aro membuatnya menyesal dan menangis. Rika cinta Aro. Rika sayang Aro. Tapi Aro sudah milik Vera. Rika tak bisa berbuat banyak.
***
Aro membuka tasnya. Ia membuka buku catatan Rika yang tertinggal di meja kelas. Tulisannya rapi, coba dia tahu kalau aku cinta dia.
Aro menepis perasaannya dalam-dalam. Ia tak mau menyakiti Vera. Tapi ia semakin bersalah membohongi perasaannya. Aro menerima Vera juga karena Rika, ia ingin dekat Rika. Ia tak ingin buat Rika kecewa.
Aro menutup buku catatan Rika, dan memejamkan matanya..
***
Pagi ini pelajaran matematika. Rika sibuk mencari catatannya yang ketinggalan. Aro menghampirinya.
“Pagi.. cari apa Rik?” sapa Aro.
“Buku gue hilang Ro.. Lo liat gak?” Kata Rika cemas.
“Oh.. ini?” Aro memberi buku catatan Rika yang ketinggalan kemarin. Rika tersenyum melihat buku catatan yang di carinya.
“Thanks ya Ro..” Aro hanya mengangguk pelan. Pak Agus masuk dan memulai pelajaran.
Pak Agus memperhatikan bangku kosong di sebelah Aro.
“Aro, sebelahmu gak masuk?” Pak Agus bertanya dengan penuh wibawa.
“Ya pak.. Erdo gak masuk hari ini.”
“Rika.. kamu kan di belakang, bagaimana kalau duduk di samping bangku Aro?” Rika menjadi kaget, duduk di bangku Aro yang di cintainya adalah peristiwa yang istimewa untuknya. Dengan berdebar dan malu ia mengangguk pelan dan menarik tasnya ke bangku sebelah Aro. Aro tersenyum padanya. Rika membalas senyuman Aro. Rika tak tahu, Aro merasakan perasaan yang sama dengannya.
“Rik.. nanti pulang bareng yuk.” Bisik Aro.
Rika mengangguk pelan. Hatinya sangat senang hari ini.
***
Pulang sekolah yang di tunggu-tunggu Rika datang juga. Rika menunggu Aro di gerbang sekolah.
“Rika….!” Teriakan itu tak asing untuknya.
“Eh, Vera.. Tumben ke sini. Mau ketemu Aro ya? Cie cie..” Goda Rika.
“He ehh.. jadi malu. Iya nih.. Gue mau minta anter ke mall. Mau ikut gak?” Vera tersenyum malu.
“Gak ah.. Lo aja berdua. Udah ya, gue duluan.” Vera memegang tangan Rika.
“Rik.. jangan pulang dulu, tunggu sampe Aro ke sini ya, gue kan asing di sini. Yaahh, please.” Rika mengangguk pelan.
Rika menahan kecewanya. Rika tak jadi pulang bareng dengan Aro. Rika sadar, posisinya hanya sebagai teman Aro dan gak lebih. Aro menghampiri Vera dan Rika.
“Ver, kamu di sini? Ada apa?” Tanya Aro.
“Ro. Anter aku yuk, ke mall..” Aro melihat Rika yang menunduk. Aro menjadi merasa bersalah.
“Yaudah deh. Yuk.. hmmm… Rik, gue duluan ya.” Rika hanya tersenyum. Dalam hatinya kecewa dan marah.
Vera naik ke motor Aro dan memeluknya dengan mesra, membuat Rika semakin panas. Rika berjalan sendiri. Di jalan ada SMS dari Aro. ‘Rik, maaf ya. Mungkin hari ini gue gak bisa pulang bareng lo. Tapi, masih ada besok kan? Sekali lagi maaf ya?’ Rika malas membalas SMS Aro. Rika hanya membalas, ‘ok’.
Rika kembali meneruskan jalannya. Rika menyesal mengenal Aro, Rika sudah sangat sayang Aro. Tak mudah untuknya melupakan Aro. Rika menendang kaleng sekuat tenaganya. Oops, tepat sekali mengenai motor seseorang dan membuat motor itu oleng dan seorang cowok terjatuh. Dengan cemas Rika menghampiri pengendara motor itu.
“Mmaaf.. kamu terluka?” Tanya Rika cemas.
“Oh. Lo yang tendang kaleng itu? Lain kali jangan tendang-tendang kaleng sembarangan. Luka gue emang gak terlalu parah, tapi gimana kalo orang lain?!” kata cowok itu setengah membentak.
“Iiahhh.. maaf, sekali lagi maaf..” Kata Rika gugup.
“Ok, ok!” Cowok itu berdiri dan kembali meneruskan perjalanannya. Untung cowok itu baik. Huufftt.. Rika menghela nafasnya panjang. Sial banget gue! Gumamnya dalam hati.
***
“Ver, gue tadi bikin orang celaka. Gue takut banget!” kata Rika di telpon. Rika baru sampai dan masuk kedalam kamarnya.
“Ah masa? Terus gimana? Orangnya luka dong. Parah gak?” Kata Vera juga cemas.
“Hmm.. gak sih, Cuma lecet aja. Tapi kan gue jadi merasa bersalah juga. Hmm.. gimana tadi? Seru kan..”
“Ahh.. gak juga, lebih seru kalo lo ikut Rik, kapan-kapan kita hang out bertiga ya? Mau gak? Hehe.. eh, ngomong-ngomong lo belom punya cowok kan?”
“Hmm.. iya, kapan-kapan kita hang out bertiga ya. Gimana ya, gue gak mau punya cowok dulu Ver.” Kata Rika bohong.
“Yahh Rika, eh.. gue punya temen cowok. Dia mau punya cewek. Kayaknya cocok sama lo, lo mau kan ketemuan dulu sama dia? Mau yahhh… please.” Kata vera. Rika diam sesaat.
“Gimana yah.. ok deh. Gue cari waktu yang tepat ya?”
“Ok gue tunggu ya. Hehe.. eh, Rik.. Aro telpon gue nih. Gue angkat dulu ya. Dahh..” kata Vera.
“Ohh.. yaudah. Dahh”
Rika mencuci mukanya. Dia bingung, dia tak bisa melupakan Aro. Mudah-mudahan, saat dia kenal cowok itu dia cinta padanya dan dapat melupakan Aro.
***
Vera menunggu Rika di mall. Hari ini Vera janji mau mengenalkannya pada temannya.
“Rika…!” Sapa Vera.
“He eh, Ver. Maaf ya, lama.” Kata Rika.
“Oh.. nggak kok. Eh, maaf dia lagi di toilet. Sebentar lagi datang kok.” Kata Vera. Rika hanya menggangguk. Beberapa menit kemudian, cowok tinggi berkulit putih menghampirinya. Dengan senyum manis dia menjabat tangan Rika.
“Hai. Gue Lingga.” Kata cowok itu yang bernama Lingga itu.
“Gue Rika.” Kata Rika. Lingga menatap Rika, Rika menunduk malu.
“Eh tunggu, kayaknya gue kenal lo. Hmm.. lo yang buat gue jatuh dari motor kan? Yang tendang kaleng?” Kata Lingga.
“Eh iya. Lo cowok yang waktu itu kan? Duh maaf ya? Masih luka gak?” Kata Rika malu.
“Udah nggak kok. Hehe, jangan tendang kaleng lagi ya.” Kata Lingga menggoda.
“Wah, lo udah saling kenal ya?” tanya Vera bingung. Rika mengangguk pelan.
“Kenal karena kecelakaan.” Kata Lingga. Disusul tawa Rika. Mereka pun mengobrol-ngobrol lagi. Lingga terlihat sangat senang.
***
Di waktu yang sama di rumah Aro, Aro sedang membuka email nya. Vera menelponnya.
“Hallo, sayang lagi apa?” sapa Vera manja.
“Lagi buka email. Ada apa?” kata Aro santai.
“Nggak, eh iya. Aku sukses loh, buat Rika ketemuan sama Lingga. Temen satu sekolah aku. Biar mereka jadian, terus aku kan bisa ke sekolah kamu bareng dia. Biar aku ada temennya. Hehe..” Kata Vera membuat Aro kaget dan cemburu.
“Kok kamu gak bilang-bilang mau temuin mereka?!” kata Aro setengah membentak.
“Sayangg.. kok kamu jadi galak sih?” Kata Vera manja.
“Oh.. maaf, aku sebel aja. Kamu gak bilang-bilang. Rika kan temen aku, hmm.. aku mau buka email dulu ya, nanti aku yang telpon deh.” Kata Aro lembut.
“Ok deh sayang.. dahh!”
“Daahh..”
Aro bingung harus berbuat apa, sepertinya sudah gak ada kesempatan lagi. Konsentrasi Aro buyar, pikirannya hanya tertuju pada Rika yang dicintainya. Kenapa dia gak bilang Aro mau ketemuan sama cowok lain. Aro kecewa, yaudahlah mulai besok gue jaga jarak sama Rika.
Aro mulai mengetik email untuk papanya di Malaysia.
***
Pagi ini mendung, tak seperti biasanya. Rika lupa membawa payung dan sweaternya. Rika melihat Aro yang tak seperti biasanya. Aro tak menegurnya. Biasanya pagi-pagi Aro sudah menyapanya. Dan Aro menanyakan pelajaran hari ini. Tapi hari ini Aro cuek dan tak ada senyum untuknya. Rika sedih sekali.
Pelajaran hari ini pun tak ada yang masuk ke dalam otaknya. Pikirannya hanya tertuju pada Aro. Aro melirik ke arahnya. Rika tersenyum, Aro hanya menunduk. Rika mengingat apa kesalahan dia. Ingin rika menangis. Hujan turun deras. Rika berharap hujan tak deras saat pulang sekolah.
Harapan Rika tak terwujud, hujan tambah deras. Rika tak bisa berteduh lama. Banyak tugas yang harus diselesaikannya. Rika berlari saat hujan deras itu.
“Rika..” Suara itu sangat dikenal Rika. Rika senyum dan membalikan badannya.
“Aro.. ada apa?”
“ Hah? Lo tanya ada apa? Gue yang mau tanya. Kenapa lo hujan-hujanan? Nanti bisa-bisa lo sakit Rik. Kita teduh dulu di sana ya.” Aro memegang tangan Rika. Rika tak menyangka akan seperti ini. Rika melepas pegangan tangan Aro.
“Gue bisa jalan sendiri!” Kata Rika.
“Oh.. maaf, iya gue tau. Lo udah jadian sama Lingga. Gue gak bakalan ganggu lo lagi.” Kata Aro. Rika bingung kata-kata Aro.
“Hah? Siapa yang ganggu?” Kata Rika bingung.
“He ehh, gak ada. Gak. Maksud gue, lo udah sombong banget. Gak bilang-bilang kalau kenalan sama cowok kemarin. Gue kan temen lo.” Kata Aro takut kalau Rika mengetahui perasaannya. Rika senyum.
“Oh.. Lingga. Kemarin seru deh, dia anaknya seru Ro. Coba lo ikut. Lo tau kan gue pernah bikin orang celaka gara-gara tendang kaleng? Lingga itu cowok yang gue bikin celaka. Gue gak nyangka aja.” Kata Rika. Aro menahan cemburunya.
“Rik, lo dingin kan? Nih pakai sweater gue aja.” Kata Aro santai.
“Tapi lo gimana Ro? Rumah lo lebih jauh.”
“Gak apa-apa. Udah pakai aja.”
Hujan semakin deras. Aro dan Rika saling berdiaman. Sebuah motor yang dikenal Rika menghampiri mereka.
“Rika, belum pulang? Gue anter yuk..” Kata Lingga.
“He eh, gak usah. Nanti gue repotin lo.” Kata Rika. Aro menunduk menahan cemburunya.
“Gak apa-apa. Oh iya, ini Aro ya? Pacar Vera. Hai. Gue Lingga.” Kata Lingga mengulurkan tangannya. Aro menjabat tangan Lingga.
“Ya, gue pacar Vera. Hmm.. Lingga, lo anter Rika ya. Kasihan dia udah kedinginan.” Kata Aro. Rika cemberut, sebenarnya dia mau menunggu sampai hujan reda berdua dengan Aro. Kenapa Lingga datang. Rika naik ke motor Lingga.
“Ro, gue duluan ya. Oh iya, sweaternya besok ya.” Aro hanya mengangguk, dan motor Lingga melaju kencang. Aro menahan cemburunya, ingin ia menarik Rika dan meninju Lingga.
Rika dan Lingga saling berdiam. Akhirnya mereka sampai di rumah Rika.
“Lingga, masuk dulu yuk. Hujannya masih deras.” Kata Rika dan Rika menggandeng tangan Lingga ke dalam rumahnya.
Lingga masuk ke dalam rumah Rika. Dan duduk di ruang tengah, Rika membuat teh hangat untuknya. Lingga menatap Rika.
“Rik. Tadi udah lama teduh disana sama Aro?” kata Lingga memulai pembicaraan. Rika hanya mengangguk.
“Untung lo teduh dulu, gue emang punya rencana jemput lo kok. Hehe..” Kata Lingga mulai menggoda Rika.
“Oh. Masa sih? Kebetulan banget ya? Tadinya gue mau langsung pulang gak pake teduh dulu. Tapi gue disuruh teduh sama Aro.” Kata Rika.
“Oh. Aro, kalo gak disuruh teduh sama Aro lo pulang kan?” Goda Lingga.
“Nggak gitu, emang kayaknya hujannya deras banget, Lingga. Gue udah basah kuyup tadi.” Kata Rika cemas, takut Lingga tahu perasaannya pada Aro.
“Oh.. kirain, hmm.. tapi Aro perhatian banget ya sama lo. Ya.. gue rasa…..”
“Lingga, udah deh. Jangan pikir macem-macem. Gue temenan sama dia!” Kata Rika marah. Lingga berhenti tertawa.
“Ok gue gak ngomongin dia lagi. Rik, gue boleh tau gak? Kenapa lo jomblo? Padahal kata Vera, lo banyak yang suka.” Kata Lingga. Rika menunduk.
“Gue mau sendiri dulu.” Kata Rika simpel. Dia berbohong.
“Oh.. jadi gak ada kesempatan buat gue dong? Yahhhhh, patah hati deh gue.”
“Maksud lo?” Kata Rika bingung. Lingga tertawa.
“Yah Rika, lo udah berapa lama jomblo sih? Masa gak tau? Ya, gue suka sama lo. Terserah lo sih, mau apa nggak jadi cewek gue.” Kata Lingga serius. Rika bingung.
“Jawabannya nanti, bisa gak?” kata Rika.
“Ohh.. Ok, gue tunggu. Tapi jangan lama-lama ya.” Lingga menatap mata Rika. Rika hanya tersenyum.
***
Sudah 3 hari, Lingga menunggu jawaban Rika. Hari ini mereka janji ketemuan untuk membicarakan masalah ini. Lingga sudah menunggu Rika tepat setengah jam. Akhirnya Rika datang. Lingga melambaikan tangannya, memberi isyarat agar Rika menghampirinya. Lingga tersenyum pada Rika.
“Lama amat ngaretnya. Haha. Emang udah kebiasaan nih..” Kata Lingga.
“Duh, maaf banget. Tadi macet.” Kata Rika alasan. Rika memesan minuman. Lingga tersenyum ramah.
“Capek ya? Kasihan.” Goda Lingga. Rika hanya senyum.
Setelah beberapa menit, mereka saling diam Rika teringat yang ingin dibicarakannya pada Lingga.
“ehmm… Lingga, masalah itu. Gue.. gue gak bisa terima lo. Mmaaf ya.” Rika menunduk bingung. Lingga tersenyum.
“Oh. Gak apa-apa Rik. Gue tembak lo kan juga harus udah siap mental kalo ditolak. Eh beneran ditolak. Hehe. Eh iya, boleh tau kenapa lo tolak gue?” tanya Lingga.
“Ituu.. itu karena gue gak mau pacaran. Maaf ya.” Kata Rika.
“Ya.. gak apa-apa Rik. Gue gak pernah maksa. Oh ya, nonton yuk. Sekali ini aja, setelah itu, gue gak akan ganggu lo lagi. Mau ya?” Kata Lingga memelas.
“Oh. Ok deh..” Rika menghabiskan minumannya dan mengekor dibelakang Lingga. Ini terakhir kalinya Rika bertemu Lingga.
***
Hari ini Aro gak masuk. Aro sakit. Hari ini Rika sangat kesepian. Ia menggambar-gambar buku catatannya. Hari ini terasa begitu panjang.
Akhirnya setelah berjam-jam belajar, bel pulang berbunyi. Dengan langkah gontai ia menuju gerbang sekolah. Sosok Vera berdiri di depan gerbang sekolah. Tampangnya tak seperti biasanya.
“Rik. Gue mau ngomong!” Katanya setengah membentak.
“Ngomong apa Ver?” Tanya Rika.
“Bukan disini. Ayo ikut gue.” Vera membawa Rika di belakang sekolah. Vera memesan Es Cendol.
“Ada apa Ver?” Rika memulai pembicaraan.
“Gue mau tanya. Kenapa lo tolak Lingga?” Tanyanya. Rika terkejut.
“Oh itu. Gue gak mau pacaran.” Kata Rika santai.
“Bohong! Jujur Rik, please. Lo.. Lo suka kan sama Aro? Hiks…” tanya Vera setengah membentak dan menangis.
“Vverr.. Lo kok berpikir begitu?” Rika mulai ingin menangis.
“Alahh.. jangan muna deh. Gue kenal lo Rik. Gue sahabat lo waktu SMP. Gue tahu itu. Dari cara lo pandang Aro, dari cara lo ngomong sama dia. Gue tahu semua. Makanya gue temuin lo sama Lingga. Lo tolak Lingga karena Aro kan? Kenapa lo kenalin gue sama Aro Rik? Kenapa? Lo temen makan temen ya ternyata?!” Tangisan Vera semakin kencang.
“Ver.. Gue gak maks….”
“Gue gak mau denger lo lagi. Gue benci lo Rika. Asal lo tahu. Gue gak mau lepasin Aro!” Kata Vera. Dan langsung meninggalkan Rika. Rika berdiri mematung. Dia tak percaya apa yang baru saja dibicarakan Vera. Vera mengetahui isi hatinya pada Aro. Ingin rasanya Rika menjerit kencang. Rika merasa kepalanya berat. Dan matanya pun gelap. Bruukk!! Rika pingsan.
***
Aro menelpon Rika. Dan tak pernah ada jawaban. Ia mau menanyakan tugas selama ia tak masuk. Aro mengirim SMS ke Rika. Rik, telpon gue kok gak pernah diangkat? Kenapa? Oh iya, gue Cuma mau tanya ada tugas apa aja?.
Aro menunggu balasan SMS Rika. Tapi tak dibalas-balas. Aro curiga, ia langsung mengeluarkan motornya menuju rumah Rika. Setelah setengah jam mengendarai motornya, akhirnya sampai juga Aro di rumah Rika.
“Sore tante, ada Rika?” Sapa Aro setelah melihat tante Rika yang sedang menyiram bunga. Rika memang tinggal bersama tantenya. Mama dan Papa Rika tinggal di Bandung.
“Oh Rika.. Begini nak, tadi dia pulang di gotong-gotong. Pingsan dijalan. Sekarang ada di kamarnya. Sudah 2 jam pingsan. Saya bingung sekali. Mungkin sekarang sudah sadar.” Kata tante Rika cemas. Aro juga menjadi cemas.
“Boleh saya masuk tante?” Tanya Aro.
“Oh. Silahkan.” Tante Rika mengantar Aro ke dalam kamar Rika. Rika masih pingsan. Wajahnya pucat sekali. Aro memegang kening Rika.
“Badannya panas tante..” Aro segera menelpon dokter langganannya. Dan beberapa jam kemudian dokter itu datang.
“Wah. Ini tifus, harus dirawat.” Kata dokter itu. Aro memanggil taksi dan membawanya ke rumah sakit.
Aro memegang erat tangan Rika. Akhirnya Rika sadar. Rika terkejut melihat Aro sedang memegang tangannya. Ia langsung melepaskannya. Rika masih tak percaya apa yang dialaminya tadi. Rika menangis.
“Rik, kenapa lo nangis?” Tanya Aro lembut.
“Gue kehilangan Vera.” Kata Rika lemas.
“Vera? Kenapa sama Vera? Lo berantem sama dia?” Tanya Aro penasaran. Rika semakin kencang menangis.
“Ok. Ok, gue gak tanya tentang masalah lo sama Vera lagi. Rik, gue mau jujur sesuatu. Tapi mungkin lo bakalan kecewa sama gue, mungkin lo gak bakalan mau ketemu gue lagi. Hmm.. gue, gue gak cinta sama Vera.” Kata Aro sungguh-sungguh. Rika menatap mata Aro.
“Terus kenapa lo terima Vera?” Tanya Rika bingung.
“Itu.. itu karena lo, gue mau deket lo. Gue cinta lo. Maafin gue ya Rik.” Rika menatap mata Aro, tak ada kebohongan disana. Jadi selama ini gue sama Aro saling cinta, tapi gue sendiri yang menghancurkan itu semua. Rika menangisi perbuatannya sendiri. Aro beranjak dari tempat duduknya.
“Aro.. mau kemana?” tanya Rika lemas.
“Gue mau ketemu Vera. Gue mau ngomongin semuanya.” Rika menjadi bingung. Ia memegang tangan Aro.
“Ro, gue.. gue juga cinta lo.” Rika menangis. Aro membelai lembut rambut Rika.
“Ya Rika, kita selesaikan masalah ini sekarang juga ya.” Kata Aro dan tersenyum. Aro pergi ke rumah Vera.
***
Vera senang melihat Aro datang ke rumahnya. Aro tersenyum pada Vera. Vera membalas senyuman Aro dan memberi isyarat agar masuk ke dalam rumahnya.
“Eh sayang. Tumben amat. Dateng kesini. Ada apa?” Vera terlihat senang sekali. Aro jadi tak enak hati kalau membicarakan perasaannya yang paling jujur. Aro masuk ke dalam rumah Vera. Dengan mantap dia bicara pada Vera isi hatinya. Vera sangat terkejut dan menangis.
“Jadi ini yang mau kamu omongin? Kamu mau minta putus sama aku?” Kata Vera disela isak tangisnya.
“Ver. Maafin aku. Ini buat aku tersiksa. Aku gak bisa simpan ini lagi. Maafin aku buat kamu luka.” Aro menunduk. Tangan Vera yang lembut menampar wajah Aro.
“Ini kan yang kamu mau sekarang? Ok kita putus! Aku benci kalian berdua.” Vera langsung masuk ke dalam kamarnya. Ia mengirim SMS ke Rika. Lo menang sekarang! Gue putus sama Aro. Gue benci lo. Gue gak nyangka, lo pilih Aro dari pada sahabat lo.
Rika membaca SMS dari Vera. Air matanya meleleh lagi. Gue bukan sahabat yang baik. Gumamnya dalam hati.
***
Aro membuka emailnya, papanya mengirim email yang sama lagi.
Aro, sekarang papa benar-benar butuh bantuan kamu. Please, ke Malaysia. Tinggal disini sementara. Hanya kamu yang bisa di andalkan.
Aro membalasnya,
Maaf pa, Aro gak bisa sekarang. Nanti Aro kabarkan secepatnya.
Aro memejamkan matanya. SMS dari Rika membuatnya terbangun lagi. Aro, maaf. Aku cinta kamu, tapi sahabatlah yang sangat penting untukku. Cinta gak harus memiliki. Aku harap kamu bisa ngerti. Aku juga berharap, kamu lupakan perasaan kamu ke aku. Please.. Aro bingung. Jadi inilah pilihan Rika. Hanya Rika juga alasan dia untuk tidak pergi ke Malaysia. Dia membuka kembali notebooknya dan menulis email untuk papanya.
Ok. Sekitar 2 minggu lagi aku sampai ke Malaysia.
***
Rika berkemas, besok ia boleh pulang dari rumah sakit. Vera menjenguknya. Rika kaget melihat Vera.
“Ver.. maafin gue ya.” Rika menangis melihat sahabatnya.
“Rik, udahlah. Gue tau lo pilih gue, makasih ya. Kemarin Aro telpon gue. Oh iya, dia mau ke Malaysia loh.” Rika kaget mendengar omongan Vera. Vera melihat reaksi Rika, Vera tersenyum.
“Aro hari ini jam 3 Berangkat. lo masih punya waktu satu setengah jam lagi. Susul Aro Rik..” Kata Vera. Rika tersenyum dan menangis.
“Gak mungkin. Gue udah SMS begitu ke Aro. Aro sakit hati sama gue. Makasih Ver, lo emang sahabat yang paling baik buat gue. Gue gak pantes jadi sahabat lo.” Vera menutup mulut Rika.
“jangan ngomong begitu Rik. Gue udah gak marah sama lo berdua. Gue sayang kalian. Susul dia Rik. Titip maaf gue juga ya buat dia.” Rika dan Vera berpelukan. Rika beranjak dari kasurnya dan memanggil taksi.
***
Rika pusing mencari Aro. Handphonenya sudah tak aktif lagi. Dia keliling bandara. Akhirnya, ia menemukan sosok Aro. Sekuat tenaga Rika memanggil Aro sebelum masuk ke dalam pesawat. Tapi Aro tak mendengarnya. Rika berlari. Ia tak peduli akan pusing yang semakin menusuk kepalanya. Ia berteriak memanggil Aro. Rika terjatuh. Aro sudah masuk ke dalam pesawat. Rika menangis. Rika memohon agar bisa masuk. Tapi tak bisa.
“Kalau saya tidak boleh masuk, tolong panggilkan Aro pak. Please, ini penting untuk saya.”
“Maaf saya tidak bisa memenuhi keinginan nona.” Rika kembali menangis. Vera datang bersama Oomnya yang kebetulan penumpang ke Malaysia juga.
“Tenang ya Rik, Gue bantu lo kok. Oom, tolong ya?” Oomnya masuk ke dalam pesawat yang tak lama kemudian Aro keluar dari pesawat.
“Rika?!” Aro memeluk Rika dan menangis.
“Aro, kenapa kamu gak bilang mau pergi jauh? Aku gak akan terima kepergian kamu!” Rika memeluk erat Aro.
“Rik, kali ini gak bisa di cancel lagi. Maafin aku Rik. Aku cinta kamu.” Kata Aro.
“Aro, kamu pikir aku gak cinta kamu? Untuk apa aku menyusul kamu? Aku gak mau kehilangan kamu. Please jangan pergi. Aku mohon Ro..” Aro hanya tersenyum.
“Aku jadi pergi, begini aja ya.. kamu urus paspor kamu. Nanti kalau udah siap kamu kirim email ke aku. Nanti aku jemput kamu. Kita tunangan di Malaysia. Aku janji gak akan tinggalin kamu lagi.” Air mata Rika semakin basah. Pesawat itu akan berangkat. Rika mengulurkan kelingkingnya.
“Janji ya.” Kata Rika tersenyum. Aro menyambut jari kelingking Rika. Mereka tersenyum bahagia. Aro kembali masuk ke dalam pesawat. Rika menatap pesawat yang membawa Aro. Rika bahagia. Vera dapat menerima Aro dan dia. Rika memeluk sahabatnya.
“Makasih Ver..” Vera mengangguk.
“Pulang yuk.” Ajak Vera. Rika mengangguk dan tersenyum bahagia..
**selesai**
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar